Ibung ibung cakahkan kubis,
Dak katek kubis nangke jadilah,
Ibung ibung cakahkan gadis,
Dak katek gades jande jadilah. 2x
Ibung ibung cakahkan nangke,
Dak katek nangke rebung jadilah,
Ibung ibung cakahkan jande,
Daka katek jande ibung jadilah. 2x
Pembauran dari marga Empat Petulai Dangku dan marga Rambang Niru menjadi kecamatan di kabupaten Muara Enim propinsi Sumatera Selatan
31 October 2007
26 October 2007
Legenda Dayang Rindu
Dayang rindu versi merge dangku adalah seorang wanita biasa dari desa Baturaja Rambang Dangku yang cantik wajah dan baik budi pekertinya, cerita tentang kecantikannya tersebar sampai ke kerajaan Palembang,
Kisahnya dimulai ketika seorang kekasihnya datang meminang, tidak ada yang menentang pinangannya, namun karena sudah menjadi adat bahwa yang menentukan pintaan (maskawin) bukan calon mempelai wanita tetapi keluarga besar dari wanita punya pintaan masing-masing, misalnya kakeknya minta ikan kepatung dari lubuk kepur, neneknya minta emas bemate, emaknya minta kain songket, dan seterusnya.
Akhirnya untuk memenuhi pintaan mereka, dia pergi merantau selama berbulan-bulan, sebelum pergi dia sempat berpesan kepada kekasihnya kalau sampai dia tidak kembali maka dia merelakan kalau dayang rindu menerima pinangan pemuda lain.
Dalam masa penantian, tanpa kabar berita dari sang kekasih, datanglah seorang pangeran dari kerajaan Palembang yang terpesona karena kecantikan dayang rindu bermaksud meminangnya, dengan berat hati karena didesak oleh keluarga akhirnya pinangan pangeran tersebut diterima, dengan pintaan yang sama seperti terhadap kakasihnya, tapi dengan kekuasannya dia memerintahkan kepada prajuritnya untuk mencari barang yang jadi pintaan pihak dayang rindu, tanpa perlu waktu lama pintaan tersebut terpenuhi.
Saat pernikahan akan dilangsungkan datanglah kekasihnya membawa pintaan, melihat dayang rindu akan melangsungkan pernikahan dengan orang lain marahlah dia, akhirnya terjadilah duel karena memperebutkan dayang rindu.
Melihat dua orang bertarung karena dirinya, dayang rindu datang di tengah pertarungan sambil mengacungkan pedang pada diri sendiri
“kalau memang kalian bertarung karena saya, maka saya akan membelah tubuh saya agar kalian mendapat bagian yang sama”
Tidak ingin orang yang mereka cintai menjadi terluka akhirnya mereka menghentikan pertarungan tersebut.
Dayang rindu kemudian memutuskan membatalkan kedua pinangan tersebut, dan akhirnya menerima pinangan pemuda lain dari Banuayu, dan bersumpah kalau ada perkawinan antara bujang desa Banuayu dan gadis desa Baturaja atau sebaliknya maka mereka tidak akan mempunyai keturunan.
Sebelum saya mem-post-kan legenda dayang rindu, saya gunakan search engine-nya google untuk mencari apakah ada yang pernah memuat cerita yang sama, karena saya tidak mau terulang kejadian ketika saya terlanjur menyebutkan bekarang sebagai bahasa sekitar merge dangku dalam artikel musem bekarang, ternyata saya menemukan banyak daerah lain menggunakan kata bekarang dengan arti yang sama.
Hasil yang saya dapatkan dalam pencarian itu, ternyata dayang rindu (dayang merindu) adalah putri raja yang pernah tinggal dalam Goa Putri, juga nama sebuah gedung kesenian di Muara Enim, nama varietas padi dan pernah juga dipentaskan sendratari dari Muara Enim tentang kisah putri dayang rindu di TMII Jakarta, nah lhoo….
Saya juga pernah mendengar versi lain dari seorang nenek dari desa Pangkalan Babat, yang menyebutkan dayang rindu adalah anak sunan yang melarikan diri ke desa Muara Niru karena dikejar orang belanda yang ingin memperistrinya.
Kisahnya dimulai ketika seorang kekasihnya datang meminang, tidak ada yang menentang pinangannya, namun karena sudah menjadi adat bahwa yang menentukan pintaan (maskawin) bukan calon mempelai wanita tetapi keluarga besar dari wanita punya pintaan masing-masing, misalnya kakeknya minta ikan kepatung dari lubuk kepur, neneknya minta emas bemate, emaknya minta kain songket, dan seterusnya.
Akhirnya untuk memenuhi pintaan mereka, dia pergi merantau selama berbulan-bulan, sebelum pergi dia sempat berpesan kepada kekasihnya kalau sampai dia tidak kembali maka dia merelakan kalau dayang rindu menerima pinangan pemuda lain.
Dalam masa penantian, tanpa kabar berita dari sang kekasih, datanglah seorang pangeran dari kerajaan Palembang yang terpesona karena kecantikan dayang rindu bermaksud meminangnya, dengan berat hati karena didesak oleh keluarga akhirnya pinangan pangeran tersebut diterima, dengan pintaan yang sama seperti terhadap kakasihnya, tapi dengan kekuasannya dia memerintahkan kepada prajuritnya untuk mencari barang yang jadi pintaan pihak dayang rindu, tanpa perlu waktu lama pintaan tersebut terpenuhi.
Saat pernikahan akan dilangsungkan datanglah kekasihnya membawa pintaan, melihat dayang rindu akan melangsungkan pernikahan dengan orang lain marahlah dia, akhirnya terjadilah duel karena memperebutkan dayang rindu.
Melihat dua orang bertarung karena dirinya, dayang rindu datang di tengah pertarungan sambil mengacungkan pedang pada diri sendiri
“kalau memang kalian bertarung karena saya, maka saya akan membelah tubuh saya agar kalian mendapat bagian yang sama”
Tidak ingin orang yang mereka cintai menjadi terluka akhirnya mereka menghentikan pertarungan tersebut.
Dayang rindu kemudian memutuskan membatalkan kedua pinangan tersebut, dan akhirnya menerima pinangan pemuda lain dari Banuayu, dan bersumpah kalau ada perkawinan antara bujang desa Banuayu dan gadis desa Baturaja atau sebaliknya maka mereka tidak akan mempunyai keturunan.
Sebelum saya mem-post-kan legenda dayang rindu, saya gunakan search engine-nya google untuk mencari apakah ada yang pernah memuat cerita yang sama, karena saya tidak mau terulang kejadian ketika saya terlanjur menyebutkan bekarang sebagai bahasa sekitar merge dangku dalam artikel musem bekarang, ternyata saya menemukan banyak daerah lain menggunakan kata bekarang dengan arti yang sama.
Hasil yang saya dapatkan dalam pencarian itu, ternyata dayang rindu (dayang merindu) adalah putri raja yang pernah tinggal dalam Goa Putri, juga nama sebuah gedung kesenian di Muara Enim, nama varietas padi dan pernah juga dipentaskan sendratari dari Muara Enim tentang kisah putri dayang rindu di TMII Jakarta, nah lhoo….
Saya juga pernah mendengar versi lain dari seorang nenek dari desa Pangkalan Babat, yang menyebutkan dayang rindu adalah anak sunan yang melarikan diri ke desa Muara Niru karena dikejar orang belanda yang ingin memperistrinya.
saya dedikasikan buat keponakanku : Farrel Milan Nesta Maldini bin Fajri Jumairi yang baru lahir 25 oktober 2007 (terlepas dari sumpah dayang rindu)
19 October 2007
Pantun Lame
Embek-embek kambing betutu,
Makani rumput dibawah umah,
Jangan diambek gadis itu,
Karoanku parak umah.
Ketek-ketek udang di api,
Angkut-angkut dalam perau,
Kecik-kecik landak belaki,
Ngayam bakul lagi belum tau.
Jangan galak belamban bulo,
Belamban bulo gulak galek,
Jangan galak bebini jaoh,
Bebini jauh sukar balek.
Ilok nian belamban kerap,
Belamban kerap idakke titek
Ilok nian bebini parak,
Bebini parak gampang balek,
Pegisok ari aye,
Perlak pisang geda,
Ibung idak percaye,
Ngiremi besan bedah.
Perlak pisang geda,
Disimpan dalam pasu seng,
Ibung ngiremi besan bedah,
Sebab anaknye idak ngirem sen.
Makani rumput dibawah umah,
Jangan diambek gadis itu,
Karoanku parak umah.
Ketek-ketek udang di api,
Angkut-angkut dalam perau,
Kecik-kecik landak belaki,
Ngayam bakul lagi belum tau.
Jangan galak belamban bulo,
Belamban bulo gulak galek,
Jangan galak bebini jaoh,
Bebini jauh sukar balek.
Ilok nian belamban kerap,
Belamban kerap idakke titek
Ilok nian bebini parak,
Bebini parak gampang balek,
Pegisok ari aye,
Perlak pisang geda,
Ibung idak percaye,
Ngiremi besan bedah.
Perlak pisang geda,
Disimpan dalam pasu seng,
Ibung ngiremi besan bedah,
Sebab anaknye idak ngirem sen.
08 October 2007
Seribu Ringgit
Aran yang baru pertama mengunjungi neneknya di Rambang Dangku sangat antusias menawar sebuah durian yang dijual di kalangan.
“derian besak ini berape regenye, jut ?..” tanya Aran pakai bahasa daerah setempat yang baru dipelajarinya beberapa hari dari alif sepupunya.
“seribu ringgit bae, cung..” jawab kajut (nenek) tersebut.
“nenek ini gaul juga, pakai mata uang malaysia segala, pasti maksudnya seribu rupiah nih, mumpung murah nggak usah ditawar”. pikir Aran dalam hati
“ya udeh jut, beli sikok!” setelah membayar uang seribu Aran beranjak membawa duriannya.
“tunggu, cung. duetnye kurang tengah due ribu” cegah kajut itu.
“tengah due ribu?...” Aran tambah bingung
Alif sepupunya yang baru datang mendengarkan penjelasan kajut penjual durian tersebut, kemudian menjelaskan kepada Aran , bahwa istilah ringgit bukan mata uang malaysia yang dia kenal tapi seperti gopek, cepek, noceng sebagai istilah pasar.
* seribu ringgit = Rp. 2.500 (1 ringgit=2.5)
* tengah due ribu = Rp. 1.500 (tengah due=1.5)
“derian besak ini berape regenye, jut ?..” tanya Aran pakai bahasa daerah setempat yang baru dipelajarinya beberapa hari dari alif sepupunya.
“seribu ringgit bae, cung..” jawab kajut (nenek) tersebut.
“nenek ini gaul juga, pakai mata uang malaysia segala, pasti maksudnya seribu rupiah nih, mumpung murah nggak usah ditawar”. pikir Aran dalam hati
“ya udeh jut, beli sikok!” setelah membayar uang seribu Aran beranjak membawa duriannya.
“tunggu, cung. duetnye kurang tengah due ribu” cegah kajut itu.
“tengah due ribu?...” Aran tambah bingung
Alif sepupunya yang baru datang mendengarkan penjelasan kajut penjual durian tersebut, kemudian menjelaskan kepada Aran , bahwa istilah ringgit bukan mata uang malaysia yang dia kenal tapi seperti gopek, cepek, noceng sebagai istilah pasar.
* seribu ringgit = Rp. 2.500 (1 ringgit=2.5)
* tengah due ribu = Rp. 1.500 (tengah due=1.5)
04 October 2007
Banyak Jalan Menuju Permuleh
Dahulu kala, ketika aktifitas pengeboran minyak bumi oleh Pertamina di desa Baturaja masih berjalan lancar, satu-satunya jalur yang dipakai untuk ke kota Prabumulih adalah melalui Pangkalan Babat-Gunung Raja menggunakan jalan tak beraspal yang dibangun Pertamina, sebagai sarana penyeberangan selalu mengandalkan kapal ponton, walaupun harus menunggu agak lama.
namun ketika itu orang masih lebih senang belanja ke kalangan (pasar mingguan) yang diadakan setiap hari senin di desa Baturaja bersamaan dengan penjualan getah balam (karet), yang merupakan hari gajian bagi penakuk balam(penyadap karet).
Saat hasil minyak bumi mulai berkurang, aktifitas Pertamina pun mulai berkurang sehingga jalan Pertamina tidak terawat, kapal ponton yang diandalkan untuk penyeberangan mobil tidal beropasi lagi, sehingga orang mulai mencari jalur alternatif, diantaranya ikut taksi (angkutan umum) lewat jembatan Teluk Lubuk, atau melalui Kuripan naik ketek(perahu bermotor) ke Muara Niru diteruskan naik taksi.
Ketika PT. Tanjung Enim Lestari pabrik pulp di Banuayu beroperasi, bertambah satu jalur lagi bahkan jalur ini lebih disukai mengalahkan jalur Kuripan-Muara Niru yang berangsur-angsur sepi.
Selain jalur-jalur tersebut masih ada jalur lagi yang sangat jarang dipakai kecuali dalam keadaan benar-benar mendesak misalnya jembatan-jembatan kecil disepanjang jalan Kuripan-Banuayu ada yang tidak bisa dilewati atau terjadi banjir besar yang menengelamkan jalur tersebut.
Jalur terakhir ini menggunakan jalan yang dibangun Pertamina lewat Modong yang bebas banjir karena berada didataran tinggi namun membutuhkan waktu yang sangat lama karena memutar cukup jauh, walaupun nantinya akhirnya bisa sampai ke kota Permuleh(Prabumulih)
namun ketika itu orang masih lebih senang belanja ke kalangan (pasar mingguan) yang diadakan setiap hari senin di desa Baturaja bersamaan dengan penjualan getah balam (karet), yang merupakan hari gajian bagi penakuk balam(penyadap karet).
Saat hasil minyak bumi mulai berkurang, aktifitas Pertamina pun mulai berkurang sehingga jalan Pertamina tidak terawat, kapal ponton yang diandalkan untuk penyeberangan mobil tidal beropasi lagi, sehingga orang mulai mencari jalur alternatif, diantaranya ikut taksi (angkutan umum) lewat jembatan Teluk Lubuk, atau melalui Kuripan naik ketek(perahu bermotor) ke Muara Niru diteruskan naik taksi.
Ketika PT. Tanjung Enim Lestari pabrik pulp di Banuayu beroperasi, bertambah satu jalur lagi bahkan jalur ini lebih disukai mengalahkan jalur Kuripan-Muara Niru yang berangsur-angsur sepi.
Selain jalur-jalur tersebut masih ada jalur lagi yang sangat jarang dipakai kecuali dalam keadaan benar-benar mendesak misalnya jembatan-jembatan kecil disepanjang jalan Kuripan-Banuayu ada yang tidak bisa dilewati atau terjadi banjir besar yang menengelamkan jalur tersebut.
Jalur terakhir ini menggunakan jalan yang dibangun Pertamina lewat Modong yang bebas banjir karena berada didataran tinggi namun membutuhkan waktu yang sangat lama karena memutar cukup jauh, walaupun nantinya akhirnya bisa sampai ke kota Permuleh(Prabumulih)
Subscribe to:
Posts (Atom)