12 June 2008

Ting… Ting… Perutku Genting

“Ting… ting… perutku genting karena tidak makan” ucap seorang anak kepada ibunya
“sabar nak, emak baru saja mau menanam bibit padi” sahut ibunya

“Ting… ting… perutku genting karena tidak makan” ucap si anak lagi setelah beberapa hari kembali menagih.
“sabar nak, sekarang padi baru berbuah, emak harus menjaga padi” bujuk ibunya

“Ting… ting… perutku genting karena tidak makan” rintih si anak semakin lemah
“sabar nak, emak mulai ngetam nanti langsung emak jemur”

“Ting… ting… perutku genting karena tidak makan” rintihan anaknya semakin tidak terdengar.
“sabar nak, gabahnya sudah kering nanti emak giling”

“Ting… ting… perutku genting karena tidak makan”
“sabar nak, berasnya sudah jadi nanti langsung emak masak biar kamu bisa makan nasi”
Bujuk ibunya cemas

“tapi mak, perut saya tambah genting…maaak…”
“ting……”

Walaupun dongeng tersebut sering diceritakan sewaktu saya masih kecil tetapi saya tak pernah tahu maksud dongeng tersebut, bisa jadi hanya menggambarkan proses yang panjang terjadinya nasi supaya anak anak lebih menghargai arti sebutir nasi.
Bisa juga menggambarkan kesabaran ibu dan anak, atau kalau sekarang bisa juga menggambarkan pemerintah yang ingin memakmurkan rakyatnya namun sebelum itu terwujud rakyatnya sudah mati duluan, atau bahkan tidak berarti apa apa hanya sekedar pengantar tidur si buyung atau lelucon kosong



06 June 2008

Ringke Nian

Lirik lagu dibawah ini mungkin satu-satunya lirik lagu yang seluruhnya menggunakan bahasa daerah marga dangku(yang sekarang menjadi kecamatan rambang dangku), mungkin selama ini lirik lagu yang saya tampilkan berasal dari playlist MP-nya mang Ilman Zuhriyadi, namun lagu ini tidak akan anda temukan disana karena lagu ini saya temukan dalam bentuk keping VCD(bukan format mp3) yang tidak mungkin saya upload ke MP saya, sehingga hanya saya tampilkan liriknya

Ringke nian
Cipt : Usman Urha

Semenjak nginak dengan
Aku jadi penasaran
Sehingge aku ribang
Nggok dengan ringke nian


Reff…
Gaya dan rupe dengan
Ringke alap menawan
Ati rase tetawan
Tesirak dipikiran 2x

Sukar nuntut bandingan
Lok dengan ringke nian

Pecayelah padeku
Aku sayang nggok dengan
Walau s’ribu penghalang
Kasih saying dek luak

Puas aku berayau
Kesane sini medang
Lah banyak yang ku ribang
Dekde ringke lok dengan

02 June 2008

Mencari Sumber Air

Pada saat kemarau, air yang mengalir di batangari(anak sungai) menjadi kering, padahal batangari adalah sumber air utama bagi petani di talang, kalau untuk sekedar minum dalam keadaan darurat mereka bisa memotong tumbuhan akar yang merambat pada pohon besar kemudian mendongak untuk menampung air yang mengalir dari potongan akar tersebut, tapi untuk menyiram tanaman mereka harus menggali sumur.

Bagi para masyarakat petani, sangat penting memilih tempat yang tepat untuk menggali sumur, salah salah bisa saja menggali sudah sangat dalam namun tidak ada mata air yang ditemukan atau walaupun ada tapi sedikit.

Masyarakat pedesaan punya cara sendiri untuk memilih tempat yang cocok untuk menggali sumur yaitu dengan cara menyebarkan daun pada malam hari di halaman yang akan digali kemudian paginya dilihat daerah mana yang paling banyak embun yang menempel pada daun yang disebar tadi malam maka daerah itulah yang paling cocok untuk menggali sumur. Lebih mudah lagi kalau mau membuat sumur dikebun karena tidak perlu menyebar daun, cukup melihat embun pada daun di pohon.

Cara tersebut ternyata berlaku juga pada masyarakat jawa, Pak Podo contohnya, selain menjadi karyawan pabrik di Serang Banten, dia sering diminta tolong untuk menggali sumur, karena cerita dari orang orang yang pernah memakai jasanya, sumur yang digali olehnya selalu mempunyai sumber air yang banyak, karena dia menerapkan ilmu melihat embun sebelum memutuskan tempat yang dipilih untuk dijadikan sumur, sama persis seperti yang dilakukan petani di Rambang Dangku