17 September 2007

Budaya Mudik

Tidak seperti masyarakat jawa yang selalu menggunakan arah mata angin untuk menyebutkan tempat atau arah, seperti ujung kulon, laut kidul, gunung kidul dan sebagainya, masyarakat pesisir sungai lematang bari(kuno)khususnya dan sebagian besar sumatera mungkin tidak mengenal mata angin terbukti dengan tidak adanya bahasa lokal untuk menyebut mata angin, mereka menggunakan kata ulu(hulu) dan ilir(hilir) untuk menyebut arah, misalnya sungai lematang yang melewati merge dangku mengalir dari barat ke arah timur, sehingga ketika menunjuk kearah barat mereka menyebutnya ulu, dan timurnya menjadi ilir, sedangkan daerah yang dekat muara dinamai dengan muara yang diakhiri nama sungai/ batanghari tersebut, sehingga tercipta nama-nama seperti OKI(Ogan Komering Ulu), LIOT(Lematang Ilir Ogan Tengah), Muara Niru (muara dari batanghari niru), Muara Enim(muara dari sungai enim).

Kota palembang menjadi muara beberapa sungai besar di Sumatera Selatan, sehingga dulunya petani yang ingin menjual hasil hutan atau hasil kebunnya cukup mengikuti aliran sungai (ngilir), setelah mendapatkan uang hasil penjualan hasil alam tersebut, dan belanja barang dan kain, mereka pulang dengan cara mudik( berperahu motor melawan arus), namun saat angkutan darat mulai populer walaupun untuk berangkat masih lewat sungai tapi pulangnya mereka beralih menggunakan mobil, namun istilah mudik terlanjur melekat sebagai istilah pulang kembali ke dusun masing-masing, bahkan saat ini istilah mudik identik sebagai pulangnya para perantau saat lebaran tiba.

No comments: