Sebelum mempunyai gedung sendiri, kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di SD 3 Tebat Agung, mula mula bernama SMP Dangku sebagai penghormatan kepada masyarakat marge dangku karena sekolahnya terletak di wilayah marge rambang, dengan kata lain marge dangku dapat nama, marge rambang dapat tempat.
Gedung sekolah kemudian didirikan di desa Gerinam, sebagai desa yang paling dekat dengan wilayah urang ayek, sehingga hanya ada beberapa siswa saja dari marge dangku yang bersekolah di gerinam, diantaranya dari yang terdekat Muara Niru, Kuripan, Banuayu dan Baturaja.
Sengaja saya mengulas khusus tentang SMP di Gerinam, karena disanalah bertemunya dua budaya di Rambang Dangku, yang sering menyebabkan terjadinya perkelahian antar geng (geng rambang dan geng lematang) yang dilakukan oleh siswa yang memang senang berkelahi tentunya, namun lebih banyak yang menjadikan teman meskipun berbeda bahasa, tapi ada juga yang siap berkelahi saat bergabung dengan teman gengnya di luar kelas sekaligus menjadikan musuh gengnya sebagai teman saat di ruang kelas.
Sebagai siswa dari desa terjauh, untuk mencapai SMP Dangku saya harus menempuh perjalanan secara estafet, memerlukan ± 2 jam perjalanan, dimulai dari desa Baturaja tercinta menggunakan sepeda menuju Kuripan, kemudian sepeda dititipkan dibawah rumah pemilik ketek langganan untuk bersama dengan siswa dari Kuripan menyeberang menggunakan ketek ke Muara Niru, di Muara Niru bergabung lagi dengan siswa dari Banuayu dan Muara Niru berjalan kaki (kadang ikut truk pengangkut getah karet) menuju Gerinam.
SMP Dangku berganti nama menjadi SMP 1 Rambang Dangku setelah dibangun SMP 2 Rambang Dangku di Kuripan, sejak itu SMP di Gerinam tersebut hanya untuk jeme rambang karena urang ayek punya SMP sendiri yaitu SMP 2 Rambang Dangku.
Sebenarnya SMP 2 rencananya akan dibangun di Baturaja sebagai desa paling tengah, di bagian hulu ada Banuayu, Muara Niru dan Kuripan, dibagian hilir terdapat desa Pangkalan Babat, Dangku dan Siku. Namun karena Camat yang menjabat masa itu adalah putra Kuripan, sehingga dipaksakan dibangun di Kuripan, celakanya sewaktu Bupatinya akan meninjau SMP 2 tersebut, bertepatan dengan terjadinya banjir tahunan yang menggenangi areal sekolah yang memang dibangun di dekat lematang putus, artinya bukan tidak mungkin areal tersebut dulunya pernah dilalui aliran sungai lematang, akibatnya Camat tersebut langsung dimutasi, namun SMP tersebut tetap di Kuripan karena sudah terlanjur banyak bangunan didirikan.
Gedung sekolah kemudian didirikan di desa Gerinam, sebagai desa yang paling dekat dengan wilayah urang ayek, sehingga hanya ada beberapa siswa saja dari marge dangku yang bersekolah di gerinam, diantaranya dari yang terdekat Muara Niru, Kuripan, Banuayu dan Baturaja.
Sengaja saya mengulas khusus tentang SMP di Gerinam, karena disanalah bertemunya dua budaya di Rambang Dangku, yang sering menyebabkan terjadinya perkelahian antar geng (geng rambang dan geng lematang) yang dilakukan oleh siswa yang memang senang berkelahi tentunya, namun lebih banyak yang menjadikan teman meskipun berbeda bahasa, tapi ada juga yang siap berkelahi saat bergabung dengan teman gengnya di luar kelas sekaligus menjadikan musuh gengnya sebagai teman saat di ruang kelas.
Sebagai siswa dari desa terjauh, untuk mencapai SMP Dangku saya harus menempuh perjalanan secara estafet, memerlukan ± 2 jam perjalanan, dimulai dari desa Baturaja tercinta menggunakan sepeda menuju Kuripan, kemudian sepeda dititipkan dibawah rumah pemilik ketek langganan untuk bersama dengan siswa dari Kuripan menyeberang menggunakan ketek ke Muara Niru, di Muara Niru bergabung lagi dengan siswa dari Banuayu dan Muara Niru berjalan kaki (kadang ikut truk pengangkut getah karet) menuju Gerinam.
SMP Dangku berganti nama menjadi SMP 1 Rambang Dangku setelah dibangun SMP 2 Rambang Dangku di Kuripan, sejak itu SMP di Gerinam tersebut hanya untuk jeme rambang karena urang ayek punya SMP sendiri yaitu SMP 2 Rambang Dangku.
Sebenarnya SMP 2 rencananya akan dibangun di Baturaja sebagai desa paling tengah, di bagian hulu ada Banuayu, Muara Niru dan Kuripan, dibagian hilir terdapat desa Pangkalan Babat, Dangku dan Siku. Namun karena Camat yang menjabat masa itu adalah putra Kuripan, sehingga dipaksakan dibangun di Kuripan, celakanya sewaktu Bupatinya akan meninjau SMP 2 tersebut, bertepatan dengan terjadinya banjir tahunan yang menggenangi areal sekolah yang memang dibangun di dekat lematang putus, artinya bukan tidak mungkin areal tersebut dulunya pernah dilalui aliran sungai lematang, akibatnya Camat tersebut langsung dimutasi, namun SMP tersebut tetap di Kuripan karena sudah terlanjur banyak bangunan didirikan.
Melalui blog ini, saya harap ada alumni SMP gerinam yang mau bertukar cerita atau sekedar mengucap salam, terutama angkatan 1989-1992
No comments:
Post a Comment